Mungkin cerita gue sedikit mewakili beberapa calon pengantin, mungkin juga enggak, tapi beginilah yang gue lakukan untuk mempersiapkan pernikahan gue.
SOLVE INTERNAL PROBLEMS
Ketika gue dihadapkan pada sebuah pilihan bahwa gue seenggaknya harus married tahun depan. FYI, gue memasuki usia ke 27 which mean buat ortu cowo gue, gue cukup matang untuk menjadi istri anaknya setelah kita berpacaran kurang lebih 6 tahun.
Lucunya ortu gue, di mana sebagai pihak perempuan, yang biasanya ngejer-ngejer gue untuk buru-buru kewong, bersikap BIASA aja.
Usut punya usut, bokap gue lagi minim dana, dan doi kayanya agak traumatic sama pernikahan kakak perempuan gue yang pertama, yang ternyata tidak seindah yang dibayangkan.
Ketika gue akhirnya ngomongin soal dana yang jadi masalah utama gue ke cowo gue, -hello, gue cewe ya bo, rata-rata cewe kan yang bakal ngeluarin biaya banyak dibanding pihak cowo, dia akhirnya memaklumi gue dan bakalan ngebantu gue untuk ngomong sama ortu dia bahwa I have minimum budget.
THEMES
Dulu, gue pernah berpikir bahwa ketika gue menikah, gue bakalan cukup dengan ke KUA aja, abis itu kita bagi-bagi nasi kotakan dan kemudian travelling bareng. Gue tumbuh dengan pikiran seperti itu. Karena, gue udah tahu, -yang kebetulan aja menimpa kakak gue sendiri, pesta besar tidak pernah berarti sebuah kebahagiaan.
Ketika gue udah semakin matang, gue bekerja, gue ketemu banyak orang, gue berpikir bahwa, enggak mungkin orang-orang itu bakalan cuma gue kasih nasi kotakan. Gue kerja di sebuah International Factory yang mengharuskan gue ketemu expatriat setiap hari.
Gue harus jaga attitude gue setiap hari sebagai orang Indonesia, gue harus bisa menghargai mereka, which is, gue nggak bisa cuma ngasih mereka nasi kotakan kalo setidaknya mereka datang ke nikahan gue.
Akhirnya, bergeserlah pemikiran gue ke arah pernikahan sederhana di taman, dengan orang-orang yang gue kenal di masa kini. Lucu ya ketika lo tinggal di negara kaya Indonesia ini, bentuk sebuah resepsi pernikahan adalah cermin lo menghargai tamu undangan lo.
Terutama rasa makanan dan bagaimana elo menyajikannya.
Di tempat gue kerja, setiap kali ada kondangan, yang ditanya keesokan harinya itu bukan : "Lancar engga acaranya?"
TAPI...
"Gimana pengantinnya cantik engga?" atau
"Makanannya kaya gimana?" atau
"Apa souvenirnya?"
Yang mana menurut gue itu lebih ke penampilan dan penyajian, bukan ke sakralnya acara itu.Di mana gue lebih prefer lo doain tapi engga dateng, daripada elo senyum fake di muka gue sambil ngucapin "SELAMAT ya..."
Monday, November 16, 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment